life

#WFH banget?

“sudah hari keberapa nih?” tanyaku

“hmm.. 2 bulanan kayanya.. sekitar 66 hari?” jawabnya

“lama juga ya kita #WFH nya..”

Siapa disini yang masih #WFH alias work from home? *ngacung *. Saya ga pernah menduga situasi kaya begini akan terjadi. Bayangan akan target bulan Maret, rencana bulan Maret, sampai rencana pilih-pilih hari buat mudik semuanya byarrr karena virus Covid-19. Karena Covid-19 juga inilah, akhirnya saya dan suami mulai bekerja dari rumah sejak pertengahan Maret. Kerabat kantor kami, beberapa hari sebelumnya meeting dengan kontraktor, beberapa hari kemudian, ternyata kontraktor itu positif Covid-19. Sejak itu, protokol bekerja dalam masa pandemi covid dilaksanakan, termasuk salah satunya bekerja dari rumah. Saya, awalnya merasa senang. Siapa yang tidak senang? bekerja dari rumah, tidak usah memusingkan perjalanan ke kantor, jadwal mandi pagi, bangun pun bisa sedikit lebih siang, ga buru-buru sarapan & berangkat ke kantor tinggal nyalain leptop langsung kerja, bahkan tetap bisa berkumpul dengan keluarga. Terdengar bagus bukan? Tapi tidak semudah itu fulgoso.. 😈

Jadwal kerja kami dari jam setengah 8 pagi sampai jam 4 sore. Pagi hari diawali dengan mengirim share loc ke group kantor, agar mereka bisa memonitor keberadaan status semua pegawainya, selesai share location, mengisi absensi di google sheet dengan kurun waktu tertentu beserta rencana kerja hari itu, sorenya pun begitu, kami kembali mengirim share location, mengisi absensi di google sheet sembari monitoring progress pekerjaan saat itu, lalu mengisi timesheet di salah satu aplikasi kantor, dan membuat timesheet khusus lagi untuk bidang SDM (jangan tanya kenapa timesheetnya banyak beut hehehe :p ). Sampai disini masih berjalan dengan baik, sampai “negara api menyerang” (baca: anak mulai bangun tidur). Sebulan #WFH kami masih bisa mengatasi ritme kerja ini, bahkan beberapa hari, saya malah sempat eksperimen di dapur dan menemani anak video call sekolahnya sambil mengerjakan tugasnya. Lalu, 2 hari sebelum Ramadhan mba yang bekerja di rumah, ijin pulang kampung mendadak karena mamanya terkena stroke. Okeh, awalnya sih..”it’s ok, dia kan cuman mau ngecek keadaan mamanya, gpp, walopun nantinya baliknya akan lebih dari 14 hari karena ada masa karantina” trus “kok, bajunya dibawa semua mba? ini pulang kampung beneren? ga balik lagi?” tanyaku “balik kok bu, saya bawa semua bajunya, soalnya kaya tahun lalu baju mba banyak yang ditinggalin di rumah” jawabnya. Sehari dua hari saya masih tenang, walopun kadang-kadang urusan rumah sudah membuat lumayan pusing, beberapa hari berikutnya tentu saja tambah pusing 😆 dengan adanya pekerjaan renovasi rumah dalam keadaan berpuasa ditambah #wfh , ditambah mengurus urusan rumah seperti membuat hidangan buka puasa, bersih-bersih dan tentu saja menemani plincess yang semakin hari semakin posesif sama ayah ibunya 😐

Then, sekitar 10 harian, mba mengabari saya kalau dia sudah ga bisa balik untuk bekerja karena harus mengurus mama & anak-anaknya. DUARRRRR!! Lemeslah saya, beberapa hari ini memang masih bisa teratasi walaupun rumah berantakan setelah renovasi, tapi saya dan adek saya selalunya masih bisa beberes ketika malam. Kerjaan juga masih bisa terhandle. Dan akhirnya tepat di hari terakhir berpuasa ini, saya menyatakan… “NO MBA, MEMANG BIKIN WORRIES GAISSSSS” 😆 Di bulan Ramadhan ini, kami serumah memang diuji. Dimulai dari suami yang walaupun #WFH tapi ternyata jadwal kerjanya mulai berantakan, dari satu vicon ke vicon yang lain, dari pagi sampai sore yang kadang-kadang melebihi jam kerja. Adek cowo saya, yang kuliahnya diliburkan karena Covid-19, belajar mengecet rumah bersama tukang yang awalnya merenovasi rumah, lalu banting stir mengecet bagian rumah yang tidak dikerjakan oleh tukang dan sedikit dipekerjakan oleh kakaknya dalam hal beberes rumah hehehe, sedangkan saya? alhamdulillah pekerjaan saya tidak mengharuskan dari vicon satu ke vicon yang lainnya, tapi seminggu 2x kudu ngantor karena yang dikerjakan berhubungan dengan administrasi belum lagi telpon sana telpon sini, wa sana wa sini sementara “negara api menyerang” (baca: anak mulai bangun tidur). Jujur, di pertengahan Ramadhan saya sempat setress sendiri, kalo istilah anak jaman now, kewarasannya sudah bergeser. Kenapa ga laundry atau go food aja? karena ga semua pakaian bisa dilaundry dan ga semua makanan bisa di go-food. Gegara Covid-19 ini kadang-kadang saya sedikit parno juga kalo gofood makanan, lebih enak masak sendiri walopun itu macam bakwan sekalipun. Jadi mau ga mau, jam stengah 4 sore saya sudah nangkring di dapur, weekend beberes rumah & menyetrika *applause buat emak-emak yang sehari-hari di rumah* . Seringnya setelah sahur ga tidur buat nyicil kerjaan karena kalo “negara api menyerang” konsentrasi buyar karena kudu bolak balik antara leptop dan meja anak :roll:. Tapi, dibalik itu semua, saya bersyukur #wfh, bersyukur kantor masih memanusiakan kami, walopun rasanya dengan #wfh ini kerja kurang maksimal di saya dan client (tsahh..bahasanyaa ), bersyukur mba pulang kampung pas #wfh dengan begini saya masih ga pusing nyari mba baru karena masih ada kami di rumah nemenin anak, bersyukur dikasih kumpul dengan anak dan suami seharian (sesuatu yang jarang kalo tiba-tiba emaknya kudu dinas sana sini), bersyukur karena #wfh , Ramadhan kali ini lebih banyak tadarrusnya dibanding ramadhan sebelumnya.

Infonya bulan depan, PSBB sudah berakhir, anak-anak kembali masuk sekolah dan para pekerja kantoran kembali bekerja. Terus terang masih parno sih kalo keluar rumah, apalagi membiarkan anak kembali sekolah disaat jumlah pasien positif Covid-19 sudah mencapai 20.000 orang. Mudah-mudahan dengan kebijakan ‘new era” pemerintah, kita semakin aware dengan keadaaan sekitar, semakin memperhatikan kebersihan & kesehatan diri sendiri beserta keluarga dengan tetap memakai masker, batasan physical distancing ketika diluar rumah, menghindari kerumunan ramai, minum vitamin dan olahraga yang cukup.

Jadi, mana suaranya buibuk yang ditinggal mudik mba? YOU ARE NOT ALONE. GAISSS… *berpelukan* :mrgreen:

 

 

 

3 thoughts on “#WFH banget?”

Leave a comment